Catatan Kecil Yusri

Catatan Kecil Yusri
Aku Menulis Lagi

Aku Menulis Lagi

 


 

Sudah lama aku tidak menulis di blog ini, postingan terakhirku 25 Februari 2019. Sudah lama sekali dong ya.


Di awal-awal ngeblog dulu aku pengen konsisten untuk menulis di blog ini, sayangnya karena lain dan satu hal aku bener-bener berhenti menulis di blog ini. Padahal tadinya aku pengen menulis apa pun yang menarik perhatianku, tidak harus seuatu yang berat-berat seperti berat badanmuu tidak harus sesuatu yang ilmiah juga. Aku bisa menulis apa pun yang terjadi dalam hidupku. Misalnya saat aku patah hati atau saat aku sedang jatuh cinta semua bisa saja ku tulis di blog ini.

 

Tadinya aku hanya iseng-iseng aja, meluangkan sedikit waktuku untuk menulis seadanya di blog ini. Iya seadanya aja tidak usah banyak-banyak. Aku jugatidak pernah menyangka akan menjadi seperti ini, aku bener-bener berhenti sampai sejauh ini.

 

Sekarang semua sudah tidak sama, untuk beberapa alasan sebenernya aku punya waktu yang cukup untuk kembali menlis di blog ini. Apalagi sekarang sedang dalam kondisi pandemi, sekarang aku punya banyak waktu di rumah. meskipun pekerjaanku tetap tidak berkurang juga sih tapi tetap aja aku memang nya banyak waktu di rumah.

 

Iya, apa pun itu sebenernya aku masih ingin kembali menulis. Setidaknya aku harus memperbaiki tulisanku.


Hidup itu…

Hidup itu…



Aku selalu ingin menjadi lebih baik,

Lebih baik dari sebelumnya dan terus berkembang menjadi lebih baik lagi.

Manusiawi memang…

Namun aku harus sadar. Semua itu butuh proses, karena proses itu penting. Lebih penting daripada mikirin mantan dan lebih penting daripada mikirin gebetan.

Iya. Proses itu penting. Mangkanya para jones jangan mikirin mantan mulu.

Aku harus bener-bener menjalani proses yang panjang dan tidak mudah. Dan sedihnya lagi aku harus siap menerima kenyataan bila hasilnya tak seperti yang di harapkan.

Akan tetapi sebuah proses yang panjang pasti akan berbuah manis meskipun hasilnya tidak sesuai ekspektasi.

Biar bagaimana pun aku harus bener-bener mengerti bahwa menjalani proses itu tidak mudah, akan ada banyak rintangan yang harus ku hadapi untuk menjalani sebuah proses. Belum lagi jika hasilnya tak sesuai harapan.

Tidak mudah memang.

Karena itu untuk menjalani proses aku hanya butuh satu

“Sabar”.

Sebenernya ada banyak cara untuk menjalani sebuah proses namun satu-satunya cara terbaik adalah dengan bersabar. Tak ada jalan lain selain harus bersabar.

Sabar menjalaninya dan sabar menerima hasilnya.

Bersabarlah wahai hati yang teduh, karena sabarmu pasti akan berbuah manis.


-------------------------------oOo-----------------------------


Bubur sumsum

Bubur sumsum



Aku gak mau sakit lagi karena itu aku harus menjaga kesehatanku, karena kesehatan adalah aset terbaik yang harus di jaga.

Percuma juga aku pintar dan kaya kalo sakit-sakitan.

Intinya aku gak mau sakit.

Tapi yang namanya sakit bisa datang kapan aja dan dimana aja.

Karena itu lah aku harus menjaga kesehatan dan salah satunya adalah mejaga pola makan dan tidurku.

Iya, aku punya penyakit yang mengharuskanku untuk makan dan tidur yang teratur.

Gak harus banyak, yang penting teratur.

Dan sejak penyakit itu muncul hidupku banyak berubah terutama dalam mengatur pola makanku.

Aku gak  berani makan sembarangan, minum sembarangan, aku gak boleh telat makan dan gak boleh kekenyangan aku juga gak boleh sering-sering begadang.

Aku masih muda,mangkanya aku harus sehat “Masih muda kok penyakitan” begitu katanya

Setelah ku pikir-pikir ternyata aku  sering lupa satu hal

Aku sering lupa kalo aku harus menjaga kesehatan pikran dan kesehatan hati serta kejernihan dalam bertindak.

Artinya aku harus punya pikiran dan hati yang sehat.

Aku harus sehat

Apa pun ceritanya aku harus sehat., karena aku gak mau makan bubur sumsum lagi.

-------------------------------oOo-----------------------------

Wahai anak muda

Wahai anak muda


“Gunakan waktumu sebaik mungkin”

Aku pernah menyesal karena kehabisan waktu dan sialnya itu terjdi berulag kali.

Pertanyaannya “Mengapa bisa terjadi?”

Jawabnya “Karena aku tidak bisa mengoptimalkan waktu yang ku miliki”

Bisa sih tapi gak setiap hari. Kadang optimal kadang enggak. Kadang rajin, kadang males.

Ah! Entahlah!

Satu-satunya yang pergi dan tak akan kembali adalah waktu. Dan semua orang tau itu.

Waktu gak akan pernah kembali meski sekaya apa pun kita, sekuat apa pun kita dan sehebat apa pun kita.

Dan biasanya penyesalan selalu datang di akhir waktu.

Manusia selalu terlambat menyadarinya lalu menyesal di ujung waktu. Dan ini menjadi pelajaran menrik yang tidak akan pernah habis di bahas.

Para orang tua dan para guru kerap kali menceritankan tentang orang-orang yang menyesal di ujung waktu. Mulai dari cerita orang-orang yang terkenal sampai cerita orang-orang di sekitarnya.

Intinya mereka menceritakan kisah orang-orang yang gagal karena tidak mengoptimalkan waktunya dengan baik.

Mendengar cerita orang-orang terdahulu yang menyesal di ujung waktu rasanya sangat menyedihkan. Bagaiamana jika hal itu terjadi padaku?

Terlambat menyadari sesuatu dan akhirnya menyesal saat sudah kehabisan waktu.

Aku gak mau seperti itu. Dan aku yakin kalian juga tdak mau seperti itu.

Sebelum terlambat mumpung masih ada waktu

Wahai anak muda gunakan waktumu sebaik mungkin karena waktu yang hilang tak akan pernah kembali.

-------------------------------oOo-----------------------------

Karena Kita Tidak Sama

Karena Kita Tidak Sama




Kita  lahir sebagai pribadi yang berbeda. Kita lahir dengan kepribadian kita masing masing dan memiliki karakter masing masing. Kita tidak sama dan tidak akan pernah sama dengan yang lainnya.

Intinya kita berbeda.

Kita memang berbeda, namun kita tetap memiliki persamaan. Kita sama sama manusia yang lahir sendirian. Sama-sama manusia yang punya tanggung jawab masing masing.

Sampai ada yang bilang sejak lahir kita sudah dalam keadaan jomblo.

Adit : Siapa bilang?

Aku : Aku

Adit : Iya bro. sejak lahir kita memang jomlo. Kau gak salah, yang salah itu kita. Mengapa sampe sekarang kita jomblo.

Aku memang gak mau menyalahkan keadaan. Aku udah 26 tahun tapi aku masih sendirian dan tinggal di kontrakan sendirian.

Rasanya itu

Ah! Sudahlah. Kalian tau sendirikan.

Ngomong-ngomong soal perbedaan aku selalu punya perbedaan pandangan dengan Tiara (mantan pacarku waktu kuliah).

Mungkin perbedaan pandangan ini lah yang membuatku tidak menemukan kata sepakat hingga akhirnya kita memilih untuk udahan.

Di lain cerita aku juga memiliki perbedaan pandangan dengan Romlah, istrinya sepupuku yang dulunya adalah gebetanku. Kita memang selalu punya perbedaan pandangan tapi anehnya kita selalu punya cara untuk menemukan kata sepakat.

Tapi sayang, kita gak jodoh.

Akhirnya aku mengerti sepakat saja tidak cukup untuk menyatukan perbedaan. Ada Yang Maha Kuasa, yang memiliki kehendak untuk menyatukan dan memisahkan.


***

Adit : Sabar ya bro. semoga kau dapet jodoh yang lebih baik

Aku : Maksudnya apa nih

Adit : Supaya kau gak sedih aja.

Sejak Romlah menikah hidupku banyak berubah, mendadak teman-temanku banyak yang berkabung untuk ku. “R.I.P untuk hatiku yang patah” begitukah kira-kira maksudnya.

Iya. Hatiku memang patah sejak saat itu, bahkan sebelum Romlah menikah pun hatiku sudah patah.

Tapi apa aku bisa apa?

Dia memang bukan jodohku, dan aku tak bisa apa-apa. Dia memang baik tapi Allah lebih tau apa yang terbaik untukku.

***

Di usiaku yang sekarang ngomongin perkara jodoh itu memang menyeramkan. Apa lagi kalo di bumbui dengan pertanyaan “Kapan nikah?” rasanya kok nyesek ya.

Adit : kau nyesek lit?

Aku : iya

Adit : Aku lebih nyesek

Kita memang terlahir berbeda, dan pastinya perkara jodoh pun pasti berbeda begitu juga dengan perkara maut, pasti juga berbeda.

Masalahnya aku hampir gak kuat menahan pertanyaan ini

Adit : Sabar pak guru, masih di tanya kapan nikah aja udah gak kuat? Gimana nanti kalo nanti udah nikah?

Aku : Iya juga ya? Makasih ya Bro.

Adit : Lemah?! Heh!

Aku : Terus, kau kapan nikah

Adit : Nunggu waktu yang tepat

Adit bener, dan kali ini aku sepakat denganya, di tanya kapan nikah aja gak kuat, gimana nanti kalo nanti udah nikah.

Aku sama seperti manusia pada umumnya, ingin menikah dan membangun keluarga kecil lalu hidup bahagia. Seperti cerita dalam dongeng, sang pangeran menikah dengan sang putri lalu hidup bahagia selama-lamanya.

Tapi semua itu hanya ada dalam cerita. Kenyataannya tidak seperti itu. Tidak mudah dan tidak langsung bahagia.

Aku tau setiap orang punya hidupnya masing-masing dan setiap orang punya ceritan masing-masing.

Ceritaku belum selesai, ada bagian-bagian yang harus ku jalani dan ada bagian yang harus ku selesaikan untuk bisa melanjutkan ke bagian berikutnya.

***

Minggu pagi aku menjemur pakaianku seperti biasa. Ekspetasi jalan-jalan minggu ini harus batal karena temanku pada sibuk semua. Sementara itu pekerjaan di rumahku udah numpuk.

Pakain kotor udah banyak, pakaian di kamar berantakan, piring kotor udah lima hari gak di cuci, rumah udah sebulan lebih belum di pel, ruang tamu juga udah tiga hari belum di sapu.

Tetanggaku lewat “Pak guru mankanya cewet kawin biar ada yang nyucikan baju”

Aku tersenyum kecil “he he he he. Iya bu, lagi banyak cucian nih”

Ledekan semacam ini udah biasa terdengar olehku. Maklum di gang tempat ku tinggal hanya aku yang lajang, hanya aku yang tinggal sendirian.

Pagi ini terlihat cerah, anak-anak kecil berlarian kesana kemari mereka terlihat sangat bahagia, melihat mereka bermain ingin rasanya aku punya satu. Tapi, ah sudahlah. Riki, anak kecil berusia tiga tahun masuk kerumahku.

Sebenernya aku gak suka kalo dia masuk kerumahku tapi mau gimana lagi coba, aku lagi megang jemuran. Aku pun membiarkannya masuk kerumah, mengacak-ngacak mejaku dan memakan gorengan di atas meja.

Aku membiarkanya sampai akhirnya dia memakan cabe rawit yang ada di dalam tahu isi.

Dia menjerit kepedasan. Aku menghampirinya lalu memberinya minum teh manis yang sudah hangat “Udah sana pulang”

Aku menyuruhnya pulang. Bukan karena aku gak sayang anak kecil, tapi aku gak mau di gosipin yeng enggak-enggak.

Riki, anak seorang janda muda yang terkenal cantik di gang ku. Ayahnya meninggal setahun yang lalu karena kecelakaan jalan Raya. Mbak Leni, ibu nya memilih untuk menjadi single parent dan merawat Riki sendirian.

Sejak Riki sering main kerumah, aku sering di gosipin “Pacarnya Mbak Leni, calon bapaknya Riki yang baru”

Duh! Gaswat!

***

Sorenya aku membuat story di WA “Harus semangat” dan lagi lagi orang yang tak ku harapkan membalasnya dengan bijak “Semangat Pak guru”

Tiara lagi, orang yang sudah lama pergi dalam hidupku dan sengaja ku lupakan berharap dia tak datang lagi.

Tapi belakangan ini dia muncul lagi di hidupku sejak dia bekerja di sebuah perusahaan swasta yang di pimpin teman SMA ku.

Adit : Lagian gak salah juga kan kau nyimpen nomor mantanmu? Salahnya dimana coba?

Aku : iya sih? Tapi cuma gak enak aja. Nyimpen nomor mantan.

Adit : daripada nyimpen nomor Romlah. Kan lebih bagus nyimpen nomor Tiara

Aku : Eh!

Gak ada yang mending dari keduanya. Mau itu Romlah, mau itu Tiara keduanya adalah orang yang tak ku inginkan lagi.

Adit : Aku salah ya?

Aku : Enggak siiih. Tapi kalo bisa jangan sampe ketemu mantan lagi.

Adit : Kok gitu. Aku aja gini-gini masih berteman baik lo sama mantanku.

Aku : Kita gak sama dit. Kita memang sudah berbeda sejak lahir, ada banyak hal yang gak bisa kita sepakati dan banyak perbedaan yang membuat kita gak bisa sama. Kalo kau masih bisa berteman baik dengan mantanmu. Selamat, kau kuat. Tapi sayangnya aku gak bisa dit. Aku gak bisa kayak kau. Entah kenapa, bagiku yang namanya mantan itu rasanya lebih baik ku hindari.

Aku menarik napas dalm-dalam.

Adit : Aku ngerti perasaanmi lit. Dari dulu kita memang selalu berbeda pendapat, tapi aku seneng punya temen kayak kau. Aku jadi bisa memandang sesuatu dari sisi yang berbeda. Aku jadi tau kalo masalah itu gak bisa di pandang dari satu sisi aja. Ada banyak sisi yang harus kita lihat ada banyak hal yang harus kita pertimbangkan. Aku juga menghargai pendapatmu soal ‘mantan’. Yaaa, kalo gak gak mau ketemu mantanmu aku mau ngomong apa.

Entah apa yang terjadi dalam hidupku, rasanya memang tidak enak ketemu mantan. Meskipun ada yang bilang “Tanda kau dewasa itu kalo kau udah bisa baikan dengan mantanmu”

Mungkin bener.

Tapi aku gak sepakat. Biar bagaimana pun aku tetap gak mau ketemu mantanku lagi, apalgi sampe berteman deket sama mantanku lagi.

Tapi

Kalo memang kalian lagi deket dengan mantan. Selamat, kalian kuat.

Adit : Lit, suatu saat, cepat atau lambat kau akan mengerti. Mengapa aku bisa berteman baik sama mantanku.

Aku hanya diam.

Mungkin iya, suatu saat nanti yang entah kapan.

***

Aku memang gak sama dengan Adit. Aku gak suka mengingat mantan, apa lagi ketemu dengannya. Kalo bisa ku hindari kuhindari saja dia.

Entah apa yang ada di pikiranku, pokoknya sebisa mungkin aku bakalan menghindari mantanku.

Adit : Terus, kalo suatu saat kau butuh dia gimana?

Aku : Kalo bisa jangan dia lah.

Adit : Kenapa?

Aku : Aku cuma mau move on. Aku gak mau inget mantan lagi. Entah itu Tiara atau pun Romlah.

Adit : Tapi kalo Mbak Leni, pasti mau kan?

Aku : Enggak juga.

Adit : Kenapa enggak?

Aku : Kalo bisa jangan

Adit : Kalo harus memilih, kau milih mana. Tiara atau Mbak Leni

Aku : Enggak dua duanya

Adit : Mbak Leni itu cantik loh, udah PNS baik lagi. Tiara juga cakep, kerjanya di kantor, gajinya juga lumayan. Pokoknya kau gak bakalan susah lah.

Aku : Kenapa gak kau aja.

Adit : Aku entahlah!

Malam itu aku menghabiskan waktuku ngobrol dengan Adit, teman SMA ku yang sekarang menjadi bosnya Tiara.

Malam itu juga kami ngomongin banyak hal, salah satunya adalah ngomonngin bisnis keluarganya yang semakin berkembang. Dia juga memintaku mencari orang yang dapat di percaya untuk bekerja di bisnis keluarganya.

Aku menyanggupinya, dan semoga aku segera menemukan orang yang dapat di percaya untuk bisnis keluarganya.

Sebenernya sudah sejak awal dia memintaku untuk bergabung di bisnis keluarganya, akan tetapi aku menolaknya karena ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan prinsipku.

Untungnya Adit menghargai semua itu.

Aku senang bisa berteman dengan Adit, sebagai teman yang memiliki banyak perbedaan aku gak pernah bertengar hebat dengannya. Kita selalu menghargai perbedaan diantara kita. Dan syukurnya sampe sekarang kami tetap akrab.

Mungkin yang menjadi satu-satunya persamaan yang paling mencolok  adalah kami sama-sama “Jomblo”

Iya, kami sama-sama belum menikah. Masih lajang dan sering di Tanya “Kapan Nikah”

Kini aku gak menyangka Adit bakalan tumbuh besar dengan bisnis keluarganya.

Aku juga gak menyangka bakalan bertemu lagi dengan Tiara setelah sekian lama gak bertemu. Dan yang paling gak kusangka adalah aku di gosipin pacaran sama Mbak Leni.

Duh! Gaswat…

-------------------------------oOo-----------------------------



Walking alone

Walking alone



Iya aku harus menyelesaikannya sendirian.

Supaya kalian tau ini bukan tugas kuliah atau pun tugas kantor. Ini tugas seumur hidup..

Iya aku harus menyelsaikannya sendirian. Mulai dari awal hingga selesai semua harus ku selesaikan sendirian.

Rasanya aku lelah.

Tapi Aku harus kuat, “Aku gak bener-bener sendirian kok. Allah bersamaku” Kata-kata itu sering ku ulang-ulang.

Aku berjalan sendiri lagi dan lebih memilih menuntaskan semuanya sendiri.

Entah apa yang terjadi padaku belakangan ini, aku malah lebih nyaman untuk menuntaskan pekerjaanku sendirian. Bukan karena aku gak percaya dengan orang lain, tapi aku merasa lebih baik ku tuntaskan sendirian.

Aku ngerti, sebaik apa pun aku dalam kesendirian aku tetap saja ada salahnya. Aku salah dan aku memang salah.

Salahnya dimana?

Aku salah karena aku sendirian terus

Ah! Nasip memang.

Ya Allah janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik.

-------------------------------oOo-----------------------------

Cerita Kemarin

Cerita Kemarin




Gak banyak yang bisa ku ceritakan hari ini.

Aku masih diam dan gak banyak bicara, rasanya aku benar-benar lelah padahal gak banyak yang ku lakukan.

Hidup ini pilihan dan kita semua tau itu, masalahnya gak semua pilihan ku tepat, dan terkadang aku memilih yang salah.

Ada dua hal yang menyebabkan aku memilih yang salah, pertama karena aku tidak tau itu salah dan kedua aku tau namun aku tetap memilihnya.

Ceritanya kemarin aku melakukan kesalahan lagi.

Kesalahan kecil sih, akan tetapi kesalahan kecil yang terus diulang pun bisa menjadi masalah yang serius.

Aku tau dan sekarang aku akan memperbaikinya.

Iya aku harus memperbaikinya.

Hidup itu pilihan. Aku punya hak untuk memilih apa pun. Namun biar bagaimana pun aku harus memilih yang baik dan yang benar.

Apa pun ceritanya aku memang harus memilih yang baik dan yang benar.

Lalu bagaimana supaya aku tau itu baik dan benar?

Belajarlah!

Belajarlah!
Karena kau terlahir tanpa mengetahui apapun.

-------------------------------oOo-----------------------------

Waktu itu di Rumah Ilham

Waktu itu di Rumah Ilham




Waktu itu aku baru aja pulang ngajar, rasnaya aku masih letih. Miko ngajak aku dateng kerumah Ilham, alasanya ada wiritan dirumah Ilham jadi kita sekalian ngumpul, maklum udah lama gak ngumpul soalnya.

“Aku agak telat ya?”

“Iya gapapa dateng aja. Awas kalo kau gak dateng” Ujar Miko lewat telpon

“Iya deh” aku sebel karena hari ini jam ku penuh dan aku merasa lelah, waktu yang seharusnya bisa ku gunakan untuk istirahat kini harus tergadaikan.

Sebenernya aku males mau dateng kerumah Ilham. Tapi karena kawan. Yaa apa boleh buat, aku harus datang. Apa lagi katanya hari ini Auji dateng. Yaa hitung-hitung silaturahmi lah.

***

Jam dua lewat dikit aku sampe kerumah Ilham. Ilham duduk di teras sambil mengisap rokok di temani dengan segelas kopi hitam. “Orang itu di dalam. Masuk lah” katanya.

Aku memarkinkan motorku “udah rame?”

Dia mengangguk “Udah, masuklah”

Aku langsung masuk keruang tamu, disana temen-temen udah pada ngumpul. Seneng rasanya bisa ketemu temen nongkrong yang udah lama gak ngumpul, meskipun gak lengkatp tapi ini udah cukup untuk melepas rindu.

Ku perhatikan satu-satu wajah teman-temanku. Sialnya mataku hanya tertuju pada satu orang “Romlah”. Iya, Romlah yang akan segera menikah dua minggu lagi. Padahal di ruangan itu ada Rika, Miko dan Auji. Tapi pandanganku sulit lepas dari Romlah.

Kami pun ngobrol ringan sambil sesekali bersenda gurau. Meskipun kadang-kadang aku gak bisa menahan diri untuk menatap Romlah. Ingin rasanya aku bicara dengannya tapi rasanya berat. Abaikan Romlah, pikirku dalam hati.

Sampai akhirnya Miko menatapku dalam-dalam “Kau gak mau ngomong apa-apa sama Romlah?”

Dahiku langsung berkerut “Ngomong apa?”

“Entah ngomong apaaa gitu?” auji ikutan menatapku tajam

“Aku sama Romlah kan udah selesai, udah gak ada yang perlu di omongin lagi”

Mendadak perasaanku menjadi kacau. Pikiranku langsung tertuju pada Miko. Ini pasti akal-akalan Miko saja. Aku merasa di kerjain.

Auji menimpali “Romlah udah jauh-jauh datang dari Medan Johor ke Tanjung morawa. Masak kau gak mau ngomong apa-apa?”

“Aku harus ngomong apa?” darahku mendidih ingin rasanya aku keluar dari rauangan itu, tapi aku berusaha untuk tetep tenang.

Gak tanggung-tanggung Auji langsung ke intinya “Kau patah hati. Aku tau, tapi setidaknya kau harus ngomong”

“Ngomong apa lagi?!” nadaku meninggi

Romlah dan Rika hanya diam. Mereka menatap kami khawatir seolah akan terjadi pertumpahan darah dalam ruangan itu. Romlah menunduk lalu Rika memluknya.

Sejanak, ruangan itu terasa angker. Tatapan kami saling beradu, dua lawan satu ceritanya. Dan aku harus siap menghadapi mereka berdua. Sementara itu Ilham duduk di teras sambil merokok. Sepertinya ia gak mau ikutan rebut di dalam.

Kami saling tatap

“Kalian mau apa? Urusanku sama Romlah udah kelar dan gak ada yang perlu kita omongin”

Miko kelihatan kesal  “Lit, denger ya.?! Kau tau kenapa kau kami ajak kemari?”

Aku diam menggeleng

“Karena dia” Miko menujuk Romlah yang masih tertunduk

Romlah menatap kami satu persatu. Tatapannya dalam seolah ada yang ingin di katakan.

Seolah gak mau terus terusan jadi bahan omongan Romlah pun angkat bicara ”Udahlah Ko, ini memangg rumit. Dan kami memang gak berjodoh”

“Bukan gitu Rom. Aku gak mau ada duri di persahabatan kita. Okeh, kita sama-sama tau kalian gak berjodoh. Tapi kalo gara-gara ini kalian jadi gak cakapan, kami kan jadi gak enak juga?!” Miko menarik napas dalam - dalam.
***

Pikiranku masih tertuju pada Romlah. Dan rasanya memang ada yang harus ku katakan.

Aku masih ingat waktu Romlah lamaran.

Saat itu hatiku kacau, apa lagi Romlah bakalan menikah dengan sepupuku sendiri, anak dari Pamanku, Rendi. Temen deketku dan temen sekamarku selama aku kuliah.

Waktu itu Miko yang paling gak percaya dengan kabar ini datangi kerumahku malam-malam.

“Oalah lit, liiit. Aku heran sama mu, bisa-bisanya kau di tikung sepupumu. Kau ini gimana sih? Bukannya kau yang mau melamar dia?”

“Ah! Entahlah” tatapanku kosong tak ada yang bisa ku katakan.

Miko menyalakan Rokoknya “Aku itu pengen kau yang jadian sama Romlah bukan dia. Bukan Rendi. Tapi kau, Alit sutrisno”

Aku merasa kesal “ngapain pulak kau ngurusin hubunganku sama Romloh. Aku sama Romlah itu udah berakhir”

“Lit, kau masih punya kesempatan. Kita bisa atur supaya acara lamarannya Romlah sama Rendi batal”

“Kau gila?! Mana mungkin aku mengacaukan acara lamaran mereka. Rendi itu sodaraku. Empat tahun aku satu kamar sama dia! Aku gak mau merusak semuanya” aku kesal

Iya aku kesal karena Miko ikut campur urusanku. Aku tau teman-temanku sangat peduli denganku tapi aku tetap gak suka kalo urusan pribadiku di campuri.

Ini masalah hatiku, masalah cintaku dan aku gak mau mereka ikut campur, karena bagiku ini pribadi, ini privasi.

“Kau yang gila! Kenapa dari awal bukan kau yang melamar dia?”

“Kami gak jodoh. Udah gitu aja”

“Kau itu gak jelas. Kalo kau berani dikit aja, semua gak kayak gini. Kau itu pengecut” ini kata-kata paling sakit dari Miko yang pernah ku dengar

Aku sakit hati dan aku pengen marah, tapi mengingat aku sedang patah hati dan pengen nangis akhirnya aku memilih diam

Aku menarik nafas dalam-dalam dan berusaha untuk tenang “Ada banyak yang gak bisa ku ceritakan ko. Bukan karena aku gak mau cerita, aku cuma belum siap untuk cerita. Aku tau kalian semua kecewa samaku. Tapi namanya hidup aku harus memilih aku harus mengambil pilihan dan harus memutuskan. Ini memang berat tapi aku harus mengambil pilihan ini”

“Aku gak ngerti jalan pilihanmu. Sukakmu lah” Miko beranjak dari duduknya lalu pergi meninggalkanku sendiri di depan rumahku.

***

Perasaanku makin kacau, suasana dalam ruangan semakin seram. Rasnya langit bergemuruh seoalah badai akan segera datang. Aku merasa harus bicara aku harus menyelesaikan semua ini

Aku menatap Romlah “Romlah mau ngomong apa? ngomonglah”

Romlah kembali menunduk “Aku cuma bilang sama mu lit. kau berubah, sejak saat itu. Sejak kau tau aku dan Randi. Kau berubah, kau jadi orang yang lain, jadi orang yang gak ku kenal. Padahal tadinya aku berharap sama mu, tapi kau menghancurkan semua harapan itu. Kau gak datang saat aku butuh jawaban. Aku tau ini sulit, Tapi aku harus mengambil keputusan ini. Aku harus menerima lamarannya. Aku gak bisa terus menunggu dirimu yang gak jelas.

Mata Romlah mulai berkaca-kaca. Isak tangis mulai terdenger perlahan, Rika memeluknya semakin erat.

Aku menarik napas dalam-dalam. Aku berusaha tenang. Aku merasa mungkin inilah saatnya aku bicara.

“Aku memang gak jelas Rom. Aku gak jelas dan harusnya kau tau aku memang gak pernah jelas. Aku minta maaf karena telah menumbuhkan harapan itu lalu mengabaikannya dan menghancurkannya. Aku jahat” aku diam sejenak, jantungku berdebar kencang, tak pernah seperti ini sebelumnya.

“Tadinya aku berniat melamarmu, tapi sesuatu terjadi. Ada hal yang sulit ku ceritakan. Dan aku gak tau harus mulai dari mana. Biarkan aku tenang sejenak”

Aku meneguk segelas teh yang sudah tidak panas lagi. Rasa manisnya cukup membuat pikiranku tenang sejenak.

“Aku masih inget. waktu itu malam minggu, aku dateng kerumah Rendi. Disana Rendi menyambutku bahagia, dia mengajakku ke ruang tengah lalu di bertanya “Kau sama Romlah ada hubungan apa?” aku kaget tapi harus ku jawab “gak ada hubungan apa-apa” “Kalian deket, ku kura pacaran” “enggak” jawabku, terus dia bilang “Romlah cakep, baik lagi, kira-kira mau gak dia jadi istriku ya?” aku makin kaget tapi aku berusaha untuk tenang, terus aku nanyak “Kau suka Romlah?”. Dia mengangguk “iya” katanya”

“waktu itu mendadak pikiranku kacau, aku merasa ini berat, aku sempet mengeluh, mengapa harus kayak gini. Mengapa harus aku? … ”

“Kenapa kau diam? Kenapa gk kau bilang sama rendi kalo kau …” Romlah memotongku tapi suaranya terhenti karena isak tangisnya

“Aku gak bisa Romlah! Ini rumit dan aku gak bisa ngomong apa-apa. Aku miskin sejak lahir, keluarga ku miskin kami gak punya apa-apa. Kau tau selama kuliah aku numpang di rumah Rendi, di rumah om ku. Empat tahun aku tinggal di sana, tidur disana, makan disana, main disana. Ku pikir aku orang miskin yang paling beruntung waktu itu. Tapi sekarang aku tau aku gak seberuntung itu. Semua kebaikan yang mereka berikan tak bisa kubalas begitu saja. Namun, saat aku tau Rendi suka sama mu. Mungkin inilah saatnya aku membalas budi” perlahan mataku mulai berkaca-kaca

“Kau bego!” Ujar Auji

“Ji!” Miko memberi isyarat untuk diam

Romlah menangis sejadi-jadinya, dia menghapus air matanya lalu dengan menahan isak dia berkata “Kenapa Lit? kenapa?”

***

Dimalam keenam pasca lamaran, Rendi menelponku, katanya dia gelisah, perasaannya gak karuan.

“Udah hampir seminggu dia belum ngasi jawaban. Kira-kira di terima enggak ya?” Tanyanya padaku

“Optimis aja bro. yakin dan percayalah pasti di terima. Kalo kita dateng baik-baik pasti di sambut dengan baik. Tapi biar bagaimana pun kau harus siap dengan jawabannya” sejujurnya aku perih bahkan saat memberi jawaban itu pun mataku berkaca-kaca, aku beruntung karena di telpon coba kalo jumpa langsung? Entahlah aku gak tau apa yang akan terjadi.

“Aman bro. Di terima atau di tolak aku udah siap. Apa pun yang terjadi aku harus siap, yang penting aku udah melakukan yang terbaik”

Malam itu kembali kelabu. Gelap terasa sangat gelap. Aku tak bisa banyak bicara.

***

Aku juga harus tau bahwa selama itu pula Romlah menantiku. Berharap aku membalik kan keadaan. Seperti pangeran berkuda yang menyelamatkan tuan putrinya.

Di temani Rika, Romlah masih saja geilisah “Kenapa Alit gak dateng? Bukannya dia sayang?”

Rika berusaha untuk menenangkannya “Udahlah Romlah, udah ada yang jelas kok. Lagian ngapain sih nungguin Alit, di saat-saat seperti ini dia malah hilang?”

“Padahal aku berharap sama Alit. Aku berharap dia yang dateng melamar. Bukan Rendi”

“Iya sih, tapi kalo memang jodohmu bukann Alit. Kau mau ngomong apa?”

“Iya sih. Jadi gimana nih?”

“Mantabkan hatimu Rom, tentukan pilihanmu. Tapi ingat! kadang-kadang orang baik tidak datang dua kali mengetuk pintumu. Karena itu berhati-hatilah. Kalo kau udah yakin, tunggu apa lagi. Jangan di tolak. Dan yang paling penting Shalat dan berdoa lah”

“ya sih, tapi..”

“Tapi apa? Oooh.. cinta? Tenang aja nanti kau akan mengerti. Selama kalian taat kepada atura Agama. Cinta akan tumbuh dengan sendirinya. Percayalah. Allah tidak pernah salah dengan segala aturannya. Ikuti aja aturan Allah. Insyaallah cinta akan bersemi”

“Yaudah deh, makasih sayang” Romlah tersenyum lalu memeluk Rika erat-erat.

***

Padahal sebenernya aku merasa sangat berat. Aku pengen nangis tapi gak bisa. Malam itu sehabis menerima telpon dari Rendi aku langsung menuju rumah Ilham.

Aku menceritakan semuanya. Untuk pertama kalinya aku harus jujur dengan diriku sendiri. Aku kalah tapi kata Ilham aku gak pernah kalah, justru aku lah pemenangnya.

“Kau hebat bro. Kau tinggalin Romlah utuk sodaramu”

“Sebenernya berat. Tapi mau gimana lagi coba. Aku cuma bisa pasrah”

“Kau kalo mau nangis-nangis aja. Gak usah sok tegar, kadang-kadang kita memang perlu menangis, bukan karena kita lemah tetapi untuk menghilangkan sesak di dada”

“Aku gak kayak kau, yang nangis di putusin Tiara”

“Itu kan dulu. Zaman kuliah, zaman kita masih bocah. Sekarang aku udah beranak. Hahahaha. Tapi kau bener-bener gapapa kan?”

Aku menggeleng “enggak?”

“Bagus? Sabar ya bro! kalo kau meninggalkan sesuatu karena Allah mudah-mudahan kau akan mendapat ganti yang lebih baik, dengan catatan kau harus tetap istiqomah di jalan yang bener.

“iya. Aku tau harus Lillahi ta’ala. Makasih bro” aku tersenyum kecil. Senyum yang di paksakan “Eh! Tapi jangan bilang siapa-siapa ya? Kalo Puisi dari Rendi untuk Romlah, aku yang buat”

“Aman bosku”

***

Miko dan Alit gak bisa berkata apa pun. Mereka hanya diam menyaksikan kami. Rika yang sebenernya pengen bicara pun gak berani unjuk gigi.

Aku melanjutkan “Aku juga kacau Romlah. Mungkin kita memang gak berjodoh. Aku udah berusaha untuk tenang dan aku udah ngomong baik-baik sama Rendi. Dia juga udah tau semuanya, semua tentang kita dan semua yang terjadi antara kita. Dia juga berjanji akan menjagamu dengan baik dan dia juga akan menjadi yang terbaik untukmu. Percayalah! Rendi itu orang yang hebat, orang yang tekun gigih dan pintar. Dia hampir sama sepertiku bedanya hanya satu, dia lahir dari keluarga kaya sedang aku lahir dari keluarga miskin”

“Tapi kenapa? Kenapa baru sekarang aku tau“

“Romlah, kau masih ingat waktu kau bilang aku makcomblang terbaik yang pernah kau kenal?. Aku yang nyomblangi Ilham sampe dia nikah, aku juga yang nyomblangi Rika sampe nikah. Aku juga yang sering ngasi solusi untuk temen-temen kita yang punya masalah asmara. Kau bilang aku yang terbaik, kau gak salah Rom,  dan sekarang aku baru aja membuktikannya. Pada akhirnya aku berhasil nyomblangi Rendi” kalimatku terhenti, aku menghapus air mataku yang sempat menetes

Romlah menghapus air matanya pelan-pelan ia berusaha tenang “Lit, aku sempet salah sangka. Aku kira kau gak jelas. Tadinya aku kecewa sama mu Lit. aku kecewa berat. Kau ninggalin aku di saat aku butuh, terus tiba-tiba Rendi dateng dan melamarku. Aku galau Lit,aku gelisah. Pengen ku tolak aja lamarannya, tapi aku gak bisa. Sampai akhirnya aku minta waktu seminggu untuk menjawabnya.  Selama seminggu itu aku berpikir keras, selama seminggu itu pula aku berharap dan berdoa agar kau datang supaya aku punya alasan untuk menolak lamarannya nya. Tapi kau yang ku harapkan juga gak kunjung dateng. Akhirnya aku aku harus mengambil keputusan yang berat ini. Berat Lit, berat bagiku Lit, tapi aku harus mengambil keputusan ini. Dan aku gak mungkin mundur”

Aku tersenyum kecil “Gak usah nangis lagi Rom, gak ada yang perlu di tangisi. Kau gak salah. Keputusanmu udah tepat”

Miko dan Auji hanya diam, isak tangis Romlah terdengar pelan Rika memeluk Romlah erat-erat.

Gak ada yang menyangka ceritanya bakalan seperti ini. Hanya Ilham yang tau semuanya. Mungkin ini juga yang menjadii alasan mengapa Ilham tidak mau ikut campur dalam ruangan ini.

“Romlah, kau masih ingatkan waktu aku di putusin Layla”

Romlah mengangguk

“Hapuslah air matamu Romlah, seperti katamu waktu itu “jangan menangis untuk orang yang salah”. Karena sekarang aku orang yang salah untukmu. Kau gak pantas menangis karenaku”

“Aku menangis bukan karenamu. Aku menangis karena cerita kita tak seindah yang ku harapkan”

“Sudahlah, kita memang tidak di takdirkan bersama. Mau menangis seperti apa pun kalo gk jodoh ya percuma”

Romlah menghapus air matanya “Makasih Lit. makasih untuk semua yang kau berikan padaku, untuk semua cerita yang kau berikan dan semua hal hebat yang pernah kau berikan. Kau hebat, kau memang selalu hebat. Semoga kau dapet pendamping yang lebih baik dariku”.

Romlah tersenyum lagi, seperti biasa, senyumanya terlihat manis meskipun di balik wajah sendunya. “semoga setelah ini semuanya menjadi lebih baik”

Tapi kini aku sudah tenang “Makasih bro, udah mengatur pertemuan ini”

Miko dan Auji tersenyum kecil

-------------------------------oOo-----------------------------