Waktu itu aku baru aja pulang
ngajar, rasnaya aku masih letih. Miko ngajak aku dateng kerumah Ilham, alasanya
ada wiritan dirumah Ilham jadi kita sekalian ngumpul, maklum udah lama gak
ngumpul soalnya.
“Aku agak telat ya?”
“Iya gapapa dateng aja. Awas kalo
kau gak dateng” Ujar Miko lewat telpon
“Iya deh” aku sebel karena hari
ini jam ku penuh dan aku merasa lelah, waktu yang seharusnya bisa ku gunakan
untuk istirahat kini harus tergadaikan.
Sebenernya aku males mau dateng
kerumah Ilham. Tapi karena kawan. Yaa apa boleh buat, aku harus datang. Apa
lagi katanya hari ini Auji dateng. Yaa hitung-hitung silaturahmi lah.
***
Jam dua lewat dikit aku sampe
kerumah Ilham. Ilham duduk di teras sambil mengisap rokok di temani dengan
segelas kopi hitam. “Orang itu di dalam. Masuk lah” katanya.
Aku memarkinkan motorku “udah
rame?”
Dia mengangguk “Udah, masuklah”
Aku langsung masuk keruang tamu, disana
temen-temen udah pada ngumpul. Seneng rasanya bisa ketemu temen nongkrong yang udah
lama gak ngumpul, meskipun gak lengkatp tapi ini udah cukup untuk melepas
rindu.
Ku perhatikan satu-satu wajah
teman-temanku. Sialnya mataku hanya tertuju pada satu orang “Romlah”. Iya,
Romlah yang akan segera menikah dua minggu lagi. Padahal di ruangan itu ada
Rika, Miko dan Auji. Tapi pandanganku sulit lepas dari Romlah.
Kami pun ngobrol ringan sambil
sesekali bersenda gurau. Meskipun kadang-kadang aku gak bisa menahan diri untuk
menatap Romlah. Ingin rasanya aku bicara dengannya tapi rasanya berat. Abaikan
Romlah, pikirku dalam hati.
Sampai akhirnya Miko menatapku
dalam-dalam “Kau gak mau ngomong apa-apa sama Romlah?”
Dahiku langsung berkerut “Ngomong
apa?”
“Entah ngomong apaaa gitu?” auji
ikutan menatapku tajam
“Aku sama Romlah kan udah selesai,
udah gak ada yang perlu di omongin lagi”
Mendadak perasaanku menjadi
kacau. Pikiranku langsung tertuju pada Miko. Ini pasti akal-akalan Miko saja.
Aku merasa di kerjain.
Auji menimpali “Romlah udah
jauh-jauh datang dari Medan Johor ke Tanjung morawa. Masak kau gak mau ngomong
apa-apa?”
“Aku harus ngomong apa?” darahku
mendidih ingin rasanya aku keluar dari rauangan itu, tapi aku berusaha untuk
tetep tenang.
Gak tanggung-tanggung Auji
langsung ke intinya “Kau patah hati. Aku tau, tapi setidaknya kau harus ngomong”
“Ngomong apa lagi?!” nadaku
meninggi
Romlah dan Rika hanya diam.
Mereka menatap kami khawatir seolah akan terjadi pertumpahan darah dalam
ruangan itu. Romlah menunduk lalu Rika memluknya.
Sejanak, ruangan itu terasa
angker. Tatapan kami saling beradu, dua lawan satu ceritanya. Dan aku harus
siap menghadapi mereka berdua. Sementara itu Ilham duduk di teras sambil
merokok. Sepertinya ia gak mau ikutan rebut di dalam.
Kami saling tatap
“Kalian mau apa? Urusanku sama
Romlah udah kelar dan gak ada yang perlu kita omongin”
Miko kelihatan kesal “Lit, denger ya.?! Kau tau kenapa kau kami
ajak kemari?”
Aku diam menggeleng
“Karena dia” Miko menujuk Romlah
yang masih tertunduk
Romlah menatap kami satu persatu.
Tatapannya dalam seolah ada yang ingin di katakan.
Seolah gak mau terus terusan jadi
bahan omongan Romlah pun angkat bicara ”Udahlah Ko, ini memangg rumit. Dan kami
memang gak berjodoh”
“Bukan gitu Rom. Aku gak mau ada
duri di persahabatan kita. Okeh, kita sama-sama tau kalian gak berjodoh. Tapi
kalo gara-gara ini kalian jadi gak cakapan, kami kan jadi gak enak juga?!” Miko
menarik napas dalam - dalam.
***
Pikiranku masih tertuju pada
Romlah. Dan rasanya memang ada yang harus ku katakan.
Aku masih ingat waktu Romlah lamaran.
Saat itu hatiku kacau, apa lagi Romlah
bakalan menikah dengan sepupuku sendiri, anak dari Pamanku, Rendi. Temen
deketku dan temen sekamarku selama aku kuliah.
Waktu itu Miko yang paling gak
percaya dengan kabar ini datangi kerumahku malam-malam.
“Oalah lit, liiit. Aku heran sama
mu, bisa-bisanya kau di tikung sepupumu. Kau ini gimana sih? Bukannya kau yang
mau melamar dia?”
“Ah! Entahlah” tatapanku kosong tak
ada yang bisa ku katakan.
Miko menyalakan Rokoknya “Aku itu
pengen kau yang jadian sama Romlah bukan dia. Bukan Rendi. Tapi kau, Alit
sutrisno”
Aku merasa kesal “ngapain pulak kau
ngurusin hubunganku sama Romloh. Aku sama Romlah itu udah berakhir”
“Lit, kau masih punya kesempatan.
Kita bisa atur supaya acara lamarannya Romlah sama Rendi batal”
“Kau gila?! Mana mungkin aku
mengacaukan acara lamaran mereka. Rendi itu sodaraku. Empat tahun aku satu
kamar sama dia! Aku gak mau merusak semuanya” aku kesal
Iya aku kesal karena Miko ikut
campur urusanku. Aku tau teman-temanku sangat peduli denganku tapi aku tetap
gak suka kalo urusan pribadiku di campuri.
Ini masalah hatiku,
masalah cintaku dan aku gak mau mereka ikut campur, karena bagiku ini pribadi,
ini privasi.
“Kau yang gila! Kenapa dari awal
bukan kau yang melamar dia?”
“Kami gak jodoh. Udah gitu aja”
“Kau itu gak jelas. Kalo kau
berani dikit aja, semua gak kayak gini. Kau itu pengecut” ini kata-kata paling
sakit dari Miko yang pernah ku dengar
Aku sakit hati dan aku pengen
marah, tapi mengingat aku sedang patah hati dan pengen nangis akhirnya aku
memilih diam
Aku menarik nafas dalam-dalam dan
berusaha untuk tenang “Ada banyak yang gak bisa ku ceritakan ko. Bukan karena
aku gak mau cerita, aku cuma belum siap untuk cerita. Aku tau kalian semua kecewa
samaku. Tapi namanya hidup aku harus memilih aku harus mengambil pilihan dan
harus memutuskan. Ini memang berat tapi aku harus mengambil pilihan ini”
“Aku gak ngerti jalan pilihanmu.
Sukakmu lah” Miko beranjak dari duduknya lalu pergi meninggalkanku sendiri di
depan rumahku.
***
Perasaanku makin kacau, suasana
dalam ruangan semakin seram. Rasnya langit bergemuruh seoalah badai akan segera
datang. Aku merasa harus bicara aku harus menyelesaikan semua ini
Aku menatap Romlah “Romlah mau ngomong
apa? ngomonglah”
Romlah kembali menunduk “Aku cuma
bilang sama mu lit. kau berubah, sejak saat itu. Sejak kau tau aku dan Randi. Kau
berubah, kau jadi orang yang lain, jadi orang yang gak ku kenal. Padahal
tadinya aku berharap sama mu, tapi kau menghancurkan semua harapan itu. Kau gak
datang saat aku butuh jawaban. Aku tau ini sulit, Tapi aku harus mengambil
keputusan ini. Aku harus menerima lamarannya. Aku gak bisa terus menunggu
dirimu yang gak jelas.
Mata Romlah mulai berkaca-kaca.
Isak tangis mulai terdenger perlahan, Rika memeluknya semakin erat.
Aku menarik napas dalam-dalam.
Aku berusaha tenang. Aku merasa mungkin inilah saatnya aku bicara.
“Aku memang gak jelas Rom. Aku
gak jelas dan harusnya kau tau aku memang gak pernah jelas. Aku minta maaf
karena telah menumbuhkan harapan itu lalu mengabaikannya dan menghancurkannya.
Aku jahat” aku diam sejenak, jantungku berdebar kencang, tak pernah seperti ini
sebelumnya.
“Tadinya aku berniat melamarmu,
tapi sesuatu terjadi. Ada hal yang sulit ku ceritakan. Dan aku gak tau harus
mulai dari mana. Biarkan aku tenang sejenak”
Aku meneguk segelas teh yang
sudah tidak panas lagi. Rasa manisnya cukup membuat pikiranku tenang sejenak.
“Aku masih inget. waktu itu malam
minggu, aku dateng kerumah Rendi. Disana Rendi menyambutku bahagia, dia
mengajakku ke ruang tengah lalu di bertanya “Kau sama Romlah ada hubungan apa?”
aku kaget tapi harus ku jawab “gak ada hubungan apa-apa” “Kalian deket, ku kura
pacaran” “enggak” jawabku, terus dia bilang “Romlah cakep, baik lagi, kira-kira
mau gak dia jadi istriku ya?” aku makin kaget tapi aku berusaha untuk tenang,
terus aku nanyak “Kau suka Romlah?”. Dia mengangguk “iya” katanya”
“waktu itu mendadak pikiranku
kacau, aku merasa ini berat, aku sempet mengeluh, mengapa harus kayak gini.
Mengapa harus aku? … ”
“Kenapa kau diam? Kenapa gk kau
bilang sama rendi kalo kau …” Romlah memotongku tapi suaranya terhenti karena
isak tangisnya
“Aku gak bisa Romlah! Ini rumit
dan aku gak bisa ngomong apa-apa. Aku miskin sejak lahir, keluarga ku miskin
kami gak punya apa-apa. Kau tau selama kuliah aku numpang di rumah Rendi, di
rumah om ku. Empat tahun aku tinggal di sana, tidur disana, makan disana, main
disana. Ku pikir aku orang miskin yang paling beruntung waktu itu. Tapi
sekarang aku tau aku gak seberuntung itu. Semua kebaikan yang mereka berikan
tak bisa kubalas begitu saja. Namun, saat aku tau Rendi suka sama mu. Mungkin
inilah saatnya aku membalas budi” perlahan mataku mulai berkaca-kaca
“Kau bego!” Ujar Auji
“Ji!” Miko memberi isyarat untuk
diam
Romlah menangis sejadi-jadinya,
dia menghapus air matanya lalu dengan menahan isak dia berkata “Kenapa Lit?
kenapa?”
***
Dimalam keenam pasca lamaran,
Rendi menelponku, katanya dia gelisah, perasaannya gak karuan.
“Udah hampir seminggu dia belum
ngasi jawaban. Kira-kira di terima enggak ya?” Tanyanya padaku
“Optimis aja bro. yakin
dan percayalah pasti di terima. Kalo kita dateng baik-baik pasti di sambut
dengan baik. Tapi biar bagaimana pun kau harus siap dengan jawabannya” sejujurnya aku perih bahkan saat memberi jawaban itu
pun mataku berkaca-kaca, aku beruntung karena di telpon coba kalo jumpa
langsung? Entahlah aku gak tau apa yang akan terjadi.
“Aman bro. Di terima atau di
tolak aku udah siap. Apa pun yang terjadi aku harus siap, yang penting aku udah
melakukan yang terbaik”
Malam itu kembali kelabu. Gelap
terasa sangat gelap. Aku tak bisa banyak bicara.
***
Aku juga harus tau bahwa selama
itu pula Romlah menantiku. Berharap aku membalik kan keadaan. Seperti pangeran
berkuda yang menyelamatkan tuan putrinya.
Di temani Rika, Romlah masih saja
geilisah “Kenapa Alit gak dateng? Bukannya dia sayang?”
Rika berusaha untuk
menenangkannya “Udahlah Romlah, udah ada yang jelas kok. Lagian ngapain sih
nungguin Alit, di saat-saat seperti ini dia malah hilang?”
“Padahal aku berharap sama Alit.
Aku berharap dia yang dateng melamar. Bukan Rendi”
“Iya sih, tapi kalo memang
jodohmu bukann Alit. Kau mau ngomong apa?”
“Iya sih. Jadi gimana nih?”
“Mantabkan hatimu Rom, tentukan
pilihanmu. Tapi ingat! kadang-kadang orang baik tidak datang dua kali mengetuk
pintumu. Karena itu berhati-hatilah. Kalo kau udah yakin, tunggu apa lagi.
Jangan di tolak. Dan yang paling penting Shalat dan berdoa lah”
“ya sih, tapi..”
“Tapi apa? Oooh.. cinta? Tenang
aja nanti kau akan mengerti. Selama kalian taat kepada atura Agama. Cinta akan
tumbuh dengan sendirinya. Percayalah. Allah tidak pernah salah dengan segala
aturannya. Ikuti aja aturan Allah. Insyaallah cinta akan bersemi”
“Yaudah deh, makasih sayang”
Romlah tersenyum lalu memeluk Rika erat-erat.
***
Padahal sebenernya aku merasa
sangat berat. Aku pengen nangis tapi gak bisa. Malam itu sehabis menerima
telpon dari Rendi aku langsung menuju rumah Ilham.
Aku menceritakan semuanya. Untuk
pertama kalinya aku harus jujur dengan diriku sendiri. Aku kalah tapi kata
Ilham aku gak pernah kalah, justru aku lah pemenangnya.
“Kau hebat bro. Kau tinggalin Romlah
utuk sodaramu”
“Sebenernya berat. Tapi mau
gimana lagi coba. Aku cuma bisa pasrah”
“Kau kalo mau nangis-nangis
aja. Gak usah sok tegar, kadang-kadang kita memang perlu menangis, bukan karena
kita lemah tetapi untuk menghilangkan sesak di dada”
“Aku gak kayak kau, yang nangis
di putusin Tiara”
“Itu kan dulu. Zaman kuliah,
zaman kita masih bocah. Sekarang aku udah beranak. Hahahaha. Tapi kau
bener-bener gapapa kan?”
Aku menggeleng “enggak?”
“Bagus? Sabar ya bro! kalo kau
meninggalkan sesuatu karena Allah mudah-mudahan kau akan mendapat ganti yang
lebih baik, dengan catatan kau harus tetap istiqomah di jalan yang bener.
“iya. Aku tau harus Lillahi
ta’ala. Makasih bro” aku tersenyum kecil. Senyum yang di paksakan “Eh! Tapi
jangan bilang siapa-siapa ya? Kalo Puisi dari Rendi untuk Romlah, aku yang
buat”
“Aman bosku”
***
Miko dan Alit gak bisa berkata
apa pun. Mereka hanya diam menyaksikan kami. Rika yang sebenernya pengen bicara
pun gak berani unjuk gigi.
Aku melanjutkan “Aku juga kacau Romlah.
Mungkin kita memang gak berjodoh. Aku udah berusaha untuk tenang dan aku udah
ngomong baik-baik sama Rendi. Dia juga udah tau semuanya, semua tentang kita
dan semua yang terjadi antara kita. Dia juga berjanji akan menjagamu dengan
baik dan dia juga akan menjadi yang terbaik untukmu. Percayalah! Rendi itu
orang yang hebat, orang yang tekun gigih dan pintar. Dia hampir sama sepertiku
bedanya hanya satu, dia lahir dari keluarga kaya sedang aku lahir dari keluarga
miskin”
“Tapi kenapa? Kenapa baru
sekarang aku tau“
“Romlah, kau masih ingat waktu
kau bilang aku makcomblang terbaik yang pernah kau kenal?. Aku yang nyomblangi Ilham
sampe dia nikah, aku juga yang nyomblangi Rika sampe nikah. Aku juga yang sering
ngasi solusi untuk temen-temen kita yang punya masalah asmara. Kau bilang aku
yang terbaik, kau gak salah Rom, dan
sekarang aku baru aja membuktikannya. Pada akhirnya aku berhasil nyomblangi
Rendi” kalimatku terhenti, aku menghapus air mataku yang sempat menetes
Romlah menghapus air matanya
pelan-pelan ia berusaha tenang “Lit, aku sempet salah sangka. Aku kira kau gak
jelas. Tadinya aku kecewa sama mu Lit. aku kecewa berat. Kau ninggalin aku di
saat aku butuh, terus tiba-tiba Rendi dateng dan melamarku. Aku galau Lit,aku
gelisah. Pengen ku tolak aja lamarannya, tapi aku gak bisa. Sampai akhirnya aku
minta waktu seminggu untuk menjawabnya. Selama seminggu itu aku berpikir keras, selama
seminggu itu pula aku berharap dan berdoa agar kau datang supaya aku punya
alasan untuk menolak lamarannya nya. Tapi kau yang ku harapkan juga gak kunjung
dateng. Akhirnya aku aku harus mengambil keputusan yang berat ini. Berat Lit, berat
bagiku Lit, tapi aku harus mengambil keputusan ini. Dan aku gak mungkin mundur”
Aku tersenyum kecil “Gak usah
nangis lagi Rom, gak ada yang perlu di tangisi. Kau gak salah. Keputusanmu udah
tepat”
Miko dan Auji hanya diam, isak
tangis Romlah terdengar pelan Rika memeluk Romlah erat-erat.
Gak ada yang menyangka ceritanya
bakalan seperti ini. Hanya Ilham yang tau semuanya. Mungkin ini juga yang
menjadii alasan mengapa Ilham tidak mau ikut campur dalam ruangan ini.
“Romlah, kau masih ingatkan waktu
aku di putusin Layla”
Romlah mengangguk
“Hapuslah air matamu
Romlah, seperti katamu waktu itu “jangan menangis untuk orang yang salah”.
Karena sekarang aku orang yang salah untukmu. Kau gak pantas menangis karenaku”
“Aku menangis bukan karenamu. Aku
menangis karena cerita kita tak seindah yang ku harapkan”
“Sudahlah, kita memang tidak di
takdirkan bersama. Mau menangis seperti apa pun kalo gk jodoh ya percuma”
Romlah menghapus air matanya “Makasih
Lit. makasih untuk semua yang kau berikan padaku, untuk semua cerita yang kau
berikan dan semua hal hebat yang pernah kau berikan. Kau hebat, kau memang
selalu hebat. Semoga kau dapet pendamping yang lebih baik dariku”.
Romlah tersenyum lagi, seperti
biasa, senyumanya terlihat manis meskipun di balik wajah sendunya. “semoga
setelah ini semuanya menjadi lebih baik”
Tapi kini aku sudah tenang
“Makasih bro, udah mengatur pertemuan ini”
Miko dan Auji tersenyum kecil
-------------------------------oOo-----------------------------